Menperin Hadiri Seminar Nasional Entrepreneurship Indonesia 4.0

MITRAPOL.com - Kementerian Perindustrian terus mengajak perguruan tinggi di Indonesia biar berperan strategis dalam memasuki masa perubahan pada revolusi industri 4.0. Langkah kolaboratif triple helix, antara pemerintah dengan pelaku industri dan akademisi ini dinilai penting untuk mewujudkan ekosistem yang mendukung penerapan ekonomi digital.



“Industri 4.0 merupakan perjalanan di bidang penemuan dan teknologi. Namun, khusus di Indonesia, yang juga kita pacu yaitu empowering human talents. Jadi, kunci kuncinya ada tiga, sumber daya manusia, teknologi dan inovasi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menjadi pembicara pada Seminar Nasional Entrepreneurship Indonesia 4.0 yang diselenggarakan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jakarta, Sabtu (28/7).

Di hadapan 700 perserta termasuk para alumni Sekolah Bisnis IPB, Menperin menjelaskan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 guna mengimplementasikan banyak sekali jurus jitu dalam kesiapan menuju revolusi industri generasi keempat.

"Negara-negara di Asia telah menyiapkan diri di masa industri 4.0 ini, menyerupai India dengan Made in India, dan Thailand dengan Thailand 4.0. Maka itu, Indonesia juga sudah siap," paparnya. Airlangga optimistis, melalui Making Indonesia 4.0, Indonesia akan menjadi negara 10 besar dengan ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030.

Dalam mencapai aspirasi nasional itu, upaya yang perlu ditingkatkan yaitu pendidikan. Salah satunya, perguruan tinggi menjadi sentra keunggulan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Apalagi, ke depan, Indonesia akan memasuki bonus demografi sebagai momentum masa keemasan. Saat ini, di antara negara-negara G20, Indonesia berada di posisi ke-16.

“Beberapa negara telah mengambarkan ketika berada di dalam golden years, ekonominya bisa lebih tinggi. Tetapi hanya bisa dilakukan apablia mengimplementasikan ekonomi digital,” ungkapnya. Menperin meyakini, penerapan ekonomi digital atau industri 4.0, bakal bisa mendongkrak 1-2 persen untuk pertumbuhan ekonomi, menambah sampai 10 juta lapangan kerja, dan peningkatan donasi industri manufaktur sebesar 25 persen pada tahun 2030.

Untuk itu, Kemenperin memperlihatkan apresiasi kepada IPB yang telah melahirkan banyak lulusannya dalam mendukung sektor industri. Terlebih lagi, perguruan tinggi ini juga sudah meluncurkan kegiatan IPB 4.0. “Tentunya kami berharap, Making Indonesia 4.0 sanggup menginspirasi seluruh bangsa guna menghadapi revolusi industri 4.0 ini,” tutur Airlangga.

Kemenperin akan mendorong alumni IPB bisa link and match dengan kebutuhan sektor industri ketika ini, contohnya industri hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan menyerupai produsen kertas dan farmasi, serta masakan dan minuman. “Kami juga minta IPB bisa menjaga sustainability industri dan lingkungan. Contohnya, pengembangan new material berbasis bio, alasannya sumber daya alam kita cukup melimpah, dan kini Indonesia arahnya ke sana,” terangnya.

Rektor IPB Arif Satria menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan peta jalan pengembangan riset gres dalam rangka menemukan material gres bagi dunia industri di masa revolusi industri 4.0. “Sudah banyak negara membuatkan material gres pertanian untuk industri, menyerupai di China yang mengakibatkan rumput maritim sebagai materi baku pengganti katun. Dalam pengembangan riset ini, IPB tidak hanya terpaku pada anggaran pemerintah saja, tetapi bagaimana berkolaborasi dengan industri,” ungkapnya.

Potensi Industri 4.0
Pada kesempatan yang sama, Menperin menjelaskan, Indonesia punya potensi besar dalam menerapkan revolusi industri generasi keempat. Apalagi, Indonesia telah menjadi basis produksi sektor manufaktur dari perusahaan-perusahaan global untuk memenuhi pasar domestik dan ekspor.

Airlangga menceritakan, implementasi industri 4.0 pertama kali didorong oleh Jerman pada tahun 2011. Alasannya, mereka ingin mengembalikan sektor manufaktur menjadi kekuatan perekonomiannya.

“Jadi, apabila kita ingin masuk ke negara maju, tidak hanya berbasis jasa. Selama ini sektor manufaktur kita memperlihatkan donasi yang besar terhadap PDB. Di Eropa, tidak punya SDM melimpah, sehingga lari ke otomatisasi, robotik, dan seterusnya. Kita lihat juga negara lain di Asia, menyerupai India dan Thailand yang fokus pada pengembangan sektor manufaktur,” paparnya.

Merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), posisi Indonesia berada di peringkat ke-4 di dunia, sesudah Korea, Jerman dan China sebagai negara yang donasi sektor manufakturnya di atas 17 persen. “Dengan demikian, kini posisi kita sebagai salah satu negara manufaktur yang besar, dan menjadi benchmark bagi negara lain,” ungkap Airlangga.

Selanjutnya, di lihat dari pertumbuhan industri manufaktur nasional, rata-rata masih di atas lima persen. Sektor pengolahan ini menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi. Efek berantainya bisa mencakup pada peningkatan nilai tambah, perembesan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.

“Contohnya di sektor industri mesin dan perlengkapan itu hampir tiga kali pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 14,98 persen, kemudian industri masakan dan miuman mencapai 12,7 persen,” sebutnya. Selain itu, terjadi kenaikan nilai ekspor di sektor industri sampai 13,14 persen pada tahun 2017 dibanding tahun sebelumnya dan bisa berkontribusi sebesar 74 persen untuk seluruh nilai ekspor Indonesia.

Menperin menyampaikan, guna menjaga kinerja sektor manufaktur, perlu keberlanjutan produki melalui arus pasokan materi baku yang baik termasuk dari potensi materi baku baru. “Untuk new material ini bisa dari hasil hutan, menyerupai untuk kebutuhan industri farmasi, kertas, dan tekstil,” ujarnya.

Ke depan, lanjut Airlangga, negara Norwegia dan Finlandia sudah memakai fiber dari kayu. “Kita punya competitive advantage di bidang kayu alasannya di negara subtropis perlu 20 tahun untuk panen kayu, kita bisa 8-10 tahun. Makanya, kita harus cari solusi teknologi dan lingkungan,” imbuhnya.

Di sisi lain, pemerintah tengah mendorong penumbuhan dan pemerataan industri terutama di luar Jawa. “Kita akan replikasi daerah industri menyerupai di klaster Bekasi Selatan, dengan satu juta orang lapangan pekerjaan yang berhasil diciptakan di daerah industri tersebut, GDP-nya dari seluruh pabrik lebih dari USD35 miliar per tahun atau GDP-nya per kapita sebesar USD35 ribu,” ungkap Menperin.

Beberapa pembangunan daerah industri di luar Jawa, menyerupai di Morowali, Sei Mangkei, Lhokseumawe, dan Lampung terus memperlihatkan progres yang baik. Kemenperin juga semakin aktif menarik investor untuk mengisi daerah industri tersebut. “Saat ini, kita bisa produksi stainless steel dari nickel ore jadi hot rolled coil (HRC), dari yang awalnya harga USD40-80 bisa mencapai di atas USD2.000 untuk HRC. Makara ada peningkatan nilai tambah. Kita juga ekspor stainless steel terbesar ke AS,” tuturnya.

Guna memasuki industri 4.0, Kemenperin pun mendorong pembangunan infrastruktur digital melalui peningkatan jaringan internet sampai 5G untuk di daerah industri. “Bahkan, kami mulai masuk ke lingkungan pesantren untuk pengenalan ekonomi digital ini, sehingga kita sebut ekonomi tolong-menolong di masa digital untuk menumbuhkan sektor industri kecil dan menengah (IKM),” pungkasnya.

Red

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demi Anak Sekolah, Kapolres Konawe Selatan Hibahkan Bus

Inilah Sosok Kapolres Konawe Selatan Yang Peduli Sosial Dan Pendidikan

Tiga Pilar Kecamatan Gropet Bersinergitas Sukseskan Jumat Sehat